Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2021

CHALLENGE RAMADAN 2021

  Fotonya nyomot lagi😁 Dokumentasisebuah perjalanan .  Pada awal Ramadan, aku membaca undangan dari mentorku di grup alumni kabol menulis. Undangan tersebut berjudul “Challenge Ramadan” yaitu tantangan menulis berbagi kisah dan hikmah dari beberapa kejadian baik kejadian diri kita sendiri ataupun kejadian orang lain. Tantangan ini mulai dari tanggal 11 sampai tanggal 30  April 2021. Setiap tulisan minimal 200 kata. Tulisan diposting di FB setiap hari  kemudian link tulisan dikirim ke WAG challenge Ramadan maksimal jam 14.00 WIB.  Sejak selesai ikut kelas kabol menulis 51 sebenarnya ada beberapa tantangan juga tetapi banyaknya kegiatan membuat aku melewatkan kesempatan itu, pada Ramadan ini aku merasa lebih banyak waktu dan akhirnya aku mengikuti undangan challenge Ramadan. Aku melihat hampir 50 orang yang bergabung di grup tetapi di awal tantangan hanya 28 orang yang setor tulisan. Menginjak hari ke ke 30 tersisa 20 orang. Aku merasa seperti di panggung akademi fantasi ketika ada tema

KASIH TAK TERUCAP

Lagu ruang rindunya Letto terdengar merdu dari ponselku, entah kenapa aku suka sekali lagu itu sehingga hampir 4 tahun ini tak ada niat untuk mengganti nada deringku. Ternyata itu hanya panggilan sesaat dari anakku yang sekolah di luar kota. Biasanya sekedar untuk memberi tahu bahwa dia kirim WA dan aku belum membacanya.  “Ibu sibuk?” chat singkat dari anakku. “Enggak, ada apa?” balasku cepat. “Enggak ada apa-apa, nanya doang, kok ibu gak ada nelpon-nelpon?” tanyanya lagi “Ibu banyak kerjaan,” “Ah, itu mah alesandro ibu aja,” balasnya lagi.  Aku tersenyum membacanya, bahasa anak sekarang kadang-kadang ditambahin macam-macam, alasan aja menjadi alesandro. Chat berikutnya membuat keningku agak berkerut. “Kenapa Ibu gak seperti mamanya Dilla?” Dilla adalah teman 1 kamarnya yang berasal dari kabupaten lain. “Emang mamanya Dilla, kenapa?” tanyaku penasaran “Mamanya Dilla hampir menelpon Dilla tiap hari, nanyain dah bangun belum? Dah makan belum? Dah pulang sekolah belum? Dsb lah, kok ibu ja

SALING MENGHARGAI ITU INDAH

  “Kenapa sih, kamu gak pernah share poto kegiatan di WAG yang ada petingginya?” Pertanyaan untuk temanku ini kukirim via japri WA. Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama ingin kusampaikan tetapi masih ragu karena takut menyinggung perasaannya dan malam ini aku merasa momen yang tepat untuk bertanya.  Sejak awal bulan kemarin,  kami diberi kewenangan masing-masing untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan tetap berpedoman pada aturan pemerintah.  Dan sebagai bentuk laporan kami ramai mengirimkan foto kegiatan melalui WAG. Dari sekian yang mengirim hanya 1 orang yang tidak pernah mengirimkan dokumentasi kegiatan. Hal ini yang menggerakan hatiku untuk bertanya pada temanku.  “Kamu meragukan aku? Kegiatanku jalan kok Cuma males aja kirim foto itu di grup.”  “Lha, kenapa males?”  “Biarlah foto-foto kami menjadi dokumentasi saja, gak perlu rasanya di share di grup.” “Ok, foto memang untuk dokumentasi, yang aku tanyakan, apa alasanmu gak pernah mau share di grup?” aku mengulang pertanyaanku dan

HIDUP TENANG KARENA IKHLAS

'Kenapa matamu sembab gitu?” tanyaku saat melihat mata sahabatku. “Semalaman aku menangis, sakit sekali rasanya hati ini, aku merasa Tuhan tidak adil padaku.” “Astagfirullah Al Adzim, apa yang terjadi?” tanyaku penasaran.  Sahabatku yang satu ini biasanya tidak perduli pada hal apapun yang menurutnya tidak penting.  kesehariannya dihabiskan di rumah yang merangkap kantor kecuali ada agenda atau undangan kegiatan dari beberapa organisasi yang diikutinya. Sifatnya yang periang, suka humor dan supel dalam berkomunikasi membuatnya memiliki banyak relasi. Hari ini, saat aku berkunjung ke rumahnya, aku melihatnya begitu kusut.  “Hey, ada apa?’ tanyaku lagi saat kulihat sahabatku masih termangu. “Aku kecewa.” Gumamnya. “Karena apa? Cerita dong! Bikin penasaran aja.” Sahutku. Sahabatku menghela nafas.  “Coba Lo bayangin, aku dapat info dari temanku yang ada di provinsi lain kalau ada jenis bantuan yang bisa diakses untuk tahun ini.” “Trus?” “Info itu aku sampaikan juga pada teman-teman lai

TITIK NADIR

Senja itu, cuaca terasa lebih dingin, gerimis hadir sesaat, sekedar singgah pada pucuk pohon porang di belakang rumah.  Sahabatku yang datang sekitar 15 menit yang lalu masih terduduk lesu, mendung menggayut di matanya,  helaan nafasnya begitu berat. aku biarkan dia tenggelam dalam diam.  “Teh, pernah gak merasakan berada pada titik nadir? Tanyanya tiba-tiba. Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Kupandangi sahabatku yang terlihat agak kurus. Sepertinya sahabatku mempunyai masalah yang begitu berat sampai-sampai merasa berada di titik nadir dalam kehidupannya.  “Ada masalah apa?” tanyaku hati-hati “Aku capek, sepertinya tanggung jawabku sudah melebihi kapasitas.” Sahutnya lirih. Aku termangu, sahabatku jarang berkeluh kesah, sifatmya yang periang, suka bercanda mampu menutupi beban yang selama ini dipikulnya. Jika hari ini dia mengeluh berarti kapasitas kesabarannya sudah diambang batas. Aku memahaminya. Sebenarnya aku salut pada sahabatku, dia selalu tegar dalam mengayuh biduk rumah t

KETIKA SEMINAR MENJADI WEBINAR

Masa pandemi covid 19 membuat kita akrab dengan istilah  “stay at home” atau “tetap di rumah” sebagai upaya mencegah penularan covid 19.  Larangan berkumpul atau berkegiatan secara tatap muka menimbulkan kebiasaan baru pada masyarakat dimana seluruh kegiatan dilakukan secara online.  Anak-anak belajar di rumah (BDR), Ujian sekolah daring (dalam jaringan), Seminar menjadi webinar,  meeting menjadi virtual meeting,  Pelantikan, wisuda, bahkan kegiatan yasinan pun dilakukan secara online. Maraknya kegiatan online tersebut membuat kita  dituntut untuk mengenal media online dan beberapa aplikasi pendukungnya. Webinar menjadi salah satu kegiatan yang ngetren di masa pandemi terutama pada organisasi-organisasi profesi.  Webinar banyak diikuti masyarakat karena tergolong kegiatan yang menguntungkan. Apa sih keuntungannya? Webinar menambah wawasan kita tanpa mengeluarkan ongkos transport. Hemat kan?  Disamping itu, kita juga bisa berinteraksi dengan banyak orang walaupun secara virtual. Webinar

DISIPLIN DALAM NEW NORMAL

  Pagi ini, ada  rasa sedih yang menyelinap dalam hatiku ketika membaca berita bahwa terjadi lonjakan kasus pasien terkonfirmasi positif covid-19 di daerahku. Penyebab makin tingginya kasus covid tersebut salah satunya karena melemahnya  penerapan protokol kesehatan pada masyarakat itu sendiri.  Biasanya yang terpapar covid 19 itu menimpa orang-orang yang baru pulang dari luar kota, tapi sekarang justru mereka terpapar ketika datang ke daerahku.  Setahun sudah kita melewati masa kritis, setahun pula kita belajar dari covid 19. Kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan pada masa itu telah membawa kita pada era new normal atau kenormalan baru. Lalu, kenapa sekarang kasusnya melonjak lagi? Ternyata disiplin masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan  telah melemah. Masa kenormalan baru adalah masa dimana masyarakat bisa beraktivitas kembali secara normal tanpa meninggalkan protokol kesehatan. Kenyataannya? Sungguh sangat ironis. Ketika pergi ke pasar hanya segelintir

POST POWER SYINDROME

“Kenapa sih kok kamu jadi baperan gitu?” tanyaku pada sahabatku. Akhir-akhir ini, aku melihat sahabatku berubah, kadang seperti orang kebingungan, kecewa, kesepian, gelisah  bahkan frustasi. “Gak tahu, aku juga bingung, kadang hatiku terasa hampa.” Jawabnya. “Jujur deh, kayaknya kamu belum bisa menerima kekalahan, ya?”tanyaku kemudian. Selama 1 periode sahabatku memang menjabat sebagai pimpinan suatu organisasi, ketika jabatannya habis,  sahabatku sepertinya enggan melepaskan jabatannya sehingga dia mengulur-ulur waktu pelaksanaan pemilihan kepengurusan baru. Sahabatku seolah-olah buta bahwa Suatu organisasi harus mengikuti aturan yang tertuang dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Setinggi apapun kita menginginkan jabatan kita tidak boleh menyalahi aturan AD dan ART tersebut. Begitu pun sahabatku, tidak akan bisa mengelak dari kenyataan bahwa masa bakti jabatannya sudah selesai.  Ketika pemilihan kepengurusan baru, ternyata sahabatku bersikeras ikut mencalon kemba

BUKAN SEKEDAR EKSIS

“Lo, eksis banget ya di medsos, tiap hari muncul di berandaku, ” celetuk sahabatku “Terus, masalah buat, Lo?” tanyaku. “Enggak sih, aku  heran aja.” “Kenapa heran? Kan gak aku aja yang eksis, yang lain malah sehari bisa sampai update status 3 sampai 4 kali, perasaan aku hanya sekali setiap hari.” Jawabku. “Iya sih, kadang aku bingung melihat orang-orang ini, semuanya diposting, cuaca panas langsung update “panasnya full banget” hari hujan update “hujaaaaan”, gak bisa tidur langsung update “insomnia” dapat kado langsung update “makasih ya kadonya” apalagi yang ulang tahun, dari teman gak apa-apa sih ini yang lucu kalau suami istri yang ulang tahun sampai diupdate juga emangnya mereka gak serumah ya, sampai-sampai mengucapkan ulang tahun aja di medsos.”  Kupandangi sahabatku sambil tersenyum, dia memang agak pendiam dan kurang aktif di media sosial. Waktunya lebih suka dihabiskan dengan membaca buku.  “Kadang aku bingung melihatmu, dikit-dikit foto, dikit-dikit selfi, terus posting, apa

PELAJARAN 45 MENIT

“Kenapa memilih profesi sebagai tukang ojeg , Un (kak)?” Kuawali  perbincangan dengan tukang ojeg yang membawaku. Pagi itu, aku akan  menghadiri rapat di kabupaten. Suamiku tidak bisa mengantar karena beliau ada kegiatan lain. Rencana mau numpang dengan bis pemda tetapi aku kesiangan karena bis pemda berangkat jam 6.30 WIB dari kecamatanku.  Saat berdiri di tepi jalan menunggu travel, sebuah sepeda motor yang dikendarai seorang perempuan menghampiriku.  “Mau kemana, Bu?’ tanyanya sopan. “Mau ke kabupaten.” Jawabku “Bisa diantar sama saya saja, Bu? Travel biasanya lama, nanti ibu terlambat.” Sahutnya sedikit memohon.  “Uni, tukang ojeg?” tanyaku sambil memandangnya. Seorang perempuan paruh baya. Posturnya lebih tinggi dari tubuhku dan terlihat kuat. “Iya, Bu, mari saya antar saja, pakai motor mungkin akan lebih cepat sampai, saya sudah biasa mengantar penumpang ke kabupaten, Bu.” Jawabnya lagi. Benar juga kata tukang ojeg ini, jika aku pakai travel mungkin akan lebih lama karena travel

MELEK TEKNOLOGI KARENA PANDEMI.

Maret, setahun yang lalu, corona virus yang tak kasat mata itu menghampiri negeriku. kehadirannya mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Sekolah ditutup, Mall ditutup, obyek wisata ditutup bahkan  tempat-tempat ibadah menjadi sunyi, semuanya “Stay at Home” dengan dihantui rasa cemas. Masker dan handsanitizer menjadi barang yang sangat diminati, spanduk yang bertuliskan “Jaga Jarak” memenuhi seluruh fasilitas umum. Itu semua terjadi di ibukota dan sekitarnya. Alhamdulillah, kami yang ada di bagian barat Indonesia masih menyandang status zona hijau. Larangan mudik bagi para perantau dan penjagaan ketat di gerbang masuk daerahku membuat kami sedikit lega, setidaknya virus itu tidak akan mengusik kami. Pagi itu, Mei 2020, kami dikejutkan oleh berita yang menyatakan 3 warga di kecamatanku “positif” status zona hijau ambyar. Pasar dibubarkan, anak sekolah diliburkan. Kantor-kantor pelayanan umum dibatasi kecuali rumah sakit. Suasana terasa mencekam. Slogan “Bersatu kita teguh, berce

BEKERJA DALAM SENYAP

“Mohon maaf, saya mau mengundurkan diri.”  Salah satu chat WA melintas dalam ponselku, ternyata dari salah satu anggotaku yang baru kurekrut sebagai sekretaris  suatu organisasi di daerahku.  “Alasannya apa ya, ko mau mundur?’ “Saya gak yakin bisa berkontribusi dalam kepengurusan, saya orang yang biasa-biasa saja, sementara pengurus yang lain orang-orang hebat, saya takut mengecewakan.” “Kenapa gak yakin? Saya sendiri merasa yakin ko, makanya saya memilihmu sebagai sekretaris.”   Untuk sesaat hening tapi kemudian aku melihat dia sedang mengetik entah apa yang mau diomonginnya karena status mengetik itu enggak selesai-selesai,  rupanya jawabannya hampir satu paragraf.  “Jujur aku merasa minder, aku mungkin orang yang kurang gaul. Ketika diskusi di grup WA pun aku kadang bingung mau ngomong apa, aku tidak percaya diri untuk menyampaikan pendapat, ada rasa takut pendapatku akan ditertawakan pengurus lainnya,  aku takut pendapatku hanya dianggap remeh. Mungkin pengurus lainnya bertanya-tan

DIBALIK BINCANG TOKOH HEBAT

  Bincang tokoh hebat merupakan salah satu dari program pokja TIK DPP FTPKN (Dewan Pengurus Pusat Forum Tutor Nasional).  Seperti apa sih programnya?  Sebelumnya, pokja TIK hunting tokoh-tokoh hebat  di dunia pendidikan nonformal meliputi pemangku kebijakan baik dari pemerintah pusat atau daerah, akademisi, dan  praktisi pendidikan nonformal terutama para tutor kesetaraan yang kreatif, inovatif dan berprestasi. Program ini bertujuan agar para tokoh hebat ini mampu menjadi inspirasi dan motivasi bagi para pegiat pendidikan nonformal Indonesia. Mau tahu gak konsepnya seperti apa? Hasil perburuan para tokoh  ini akan direkap kemudian dijadwalkan sesuai data yang masuk. Jadwal tayang direncanakan setiap hari dengan durasi sekitar 30 menit. Rundown acara meliputi pembukaan dimana host akan membuka acara dan mempersilahkan tokoh hebat masuk ke spothligt kemudian host berbincang dengan tokoh hebat tentang kiprahnya di dunia pendidikan nonformal dilanjutkan dengan menampilkan foto atau vid

KEJAHATAN MAYA

  Senja itu, 2 tahun yang lalu, senja yang sangat indah dimana pelangi hadir setelah setia menunggu hujan reda. Bumi yang basah, titik air yang masih menggantung di ujung daun pohon mangga menciptakan suatu kesejukan tersendiri.  Suasana menikmati alam tiba-tiba dibuyarkan oleh kedatangan sahabatku yang menerobos masuk dengan mata sembab. “Lo, kenapa?”  “Tolong aku, Teh!” jawab sahabatku sambil terisak-isak.  “Ada apa?” tanyaku kemudian, tapi tangis sahabatku semakin meledak. Kubuatkan secangkir teh hangat dan aku menanti sahabatku menyelesaikan tangisnya. “Aku tertipu, aku telah melakukan kesalahan besar, aku benar-benar menyesali kebodohanku.”air mata sahabatku masih mengalir saat mulai bercerita. “Apa yang terjadi?” tanyaku lagi. Sambil menghela nafas sahabatku mulai bercerita.  Hampir 7 bulan, ternyata sahabatku terlibat affair dengan seorang laki-laki yang dikenalnya melalui media sosial.  Profil  tampan laki-laki dalam akun medsosnya telah membuat sahabatku terlena, terbuai denga

KETIKA MENJADI NARAHUBUNG

“Assalamualaikum, Ibu, saya dapat info tentang kegian webinar, apakah saya masih bisa daftar?”   sebuah pertanyaan dari nomor tak dikenal masuk  seraya mengirim flayer kegiatan webinar. “Selamat siang, Bunda, terkait webinar vicomTARA, bisa kirim kembali link pendaftarannya?” “Punten, neng, ibu mau daftar webinar tapi linknya gak bisa diisi, kumaha solusina nya?” Sepertinya ini dari emak-emak dari Jabar. “Teteh, saya sudah isi link pendaftaran, tapi gak ada tanggapannya, apa data saya sudah masuk?” “Malam, Bunda, tadi saya isi form pendaftaran webinar, terus saya diminta gabung ke grup telegram tapi gak bisa, kenapa, ya?” “Apakah ibu sudah punya aplikasi telegramnya?” tanyaku  “Belum, gimana ya caranya?” Akupun memberikan tutorial cara menginstall aplikasi telegram. “Alhamdulillah bisa, Bun, terus bagaimana ya mencari teman di telegram?” Aku kirim link grup telegram dan meminta beliau untuk gabung grup biar banyak temannya. “Alhamdulillah, sudah gabung, Bun, ternyata banyak teman WA ju

CANDU KHO PING HOO

Membaca memang hal yang paling aku sukai sejak kecil, terutama membaca novel dan serial fiksi. Pada awalnya membaca hanya sekedar untuk mengisi waktu. Dulu orang tuaku punya warung kelontongan yang tempatnya terpisah dari rumah utama. Setiap pulang sekolah tugasku menjaga warung. Jaman itu belum ada android dan orang tuaku tidak menaruh televisi di warung.  Jadi untuk mengatasi jenuh menunggu warung aku sering membaca buku yang dipinjam dari tempat penyewaan buku sekitar 4 Km dari rumahku. Setiap ke tempat penyewaan buku selalu nampak barisan buku kecil tipis-tipis yang terdiri dari beberapa jilid, dari sampulnya sudah terlihat kalau buku tersebut merupakan buku cerita silat dengan latar belakang Tiongkok seperti di film-film kungfu. Pada saat itu aku belum tertarik untuk membacanya karena aku lebih tertarik pada cerita detektifnya Agatha Cristie. Ketika koleksi buku Agatha Cristie habis aku mulai melirik buku cerita silat tersebut daripada tidak ada bahan bacaan saat menunggu warung. 

BOX YANG SALAH

Ramadan kali aku aku ikut tantangan menulis tentang kisah inspiratif atau hikmah suatu kejadian yang pernah dialami diri sendiri atau orang lain. Hal ini membawa pikiranku melayang ke kisah-kisah lama yang menurutku telah memberikan suatu hikmah dalam kehidupanku, seperti kisah dihari keempat ini, kejadiannya sudah lama sekali tetapi masih membekas dalam ingatanku.  Tahun 1995, sebelum krisis moneter melanda negeri ini, aku mendapatkan kesempatan bekerja pada sebuah dealer automotif  ternama di Kota Bandung.  Posisiku sebagai counter sales dituntut untuk mampu menarik minat pengunjung yang tadinya hanya sekedar melihat-lihat menjadi pengunjung yang benar-benar membeli produk.  Suatu hari aku kedatangan seorang tamu, beliau seorang supplier buah-buahan yang pemasarannya sudah keluar kota., peluang ini langsung aku sambar  dengan memberi penjelasan keunggulan-keunggulan dari produk kami. Akhirnya  tamu sepakat untuk membeli produk kami, satu unit kendaraan Colt Diesel (detail spesifikasi

TUA TIDAK SELALU KADALUARSA

“Kuliah lagi? Emang mampu gitu? Kamu sudah lama kan meninggalkan bangku kuliah?” pertanyaan beruntun dari suamiku tidak segera kujawab. Aku hanya menunduk ragu. “Ingat, umurmu berapa sekarang? Apa nanti gak malu kalau teman-teman seangkatan seumuran anakmu?” pertanyaan berikutnya membuat keraguan semakin dalam. “Bukan mau menghalangi, tapi coba pikirkan lagi baik-baik,  kalau memang sudah yakin, ya gak apa-apa, kuliah aja.” Keraguanku lenyap sudah, karena sebenarnya kata-kata terakhir ini yang paling kuharapkan dari suamiku.  Aku lulus Diploma III dari salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung pada tahun 1994. Kemudian aku bekerja pada beberapa perusahaan swasta sehingga tidak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah ke jenjang SI.  Oktober 2008, aku pindah ke kampung halaman suamiku. Tahun pertama, kegiatanku hanya antara rumah, sekolah anak, dan pasar. Ketika ke pasarlah aku tahu bahwa di daerahku ada sebuah perguruan tinggi.  Jaraknya sekitar 2 Km dari rumahku. Saat itu mun

DISIPLIN MEMBERI KEKUATAN

  Oleh :Yeni Rohaeni Sampai bulan kelima di tempat pekerjaan baru, aku masih merutuki diri sendiri. Kenapa aku memutuskan pindah kerja ke tempat ini? Sebelumnya aku bekerja di ujung Kota Karawang tepatnya di Rengasdengklok, aku bekerja sebagai staf administrasi pada perusahaan tambak bandeng. Setahun kemudian aku mendengar kabar kalau teman Bosku di Bandung membutuhkan karyawan baru. Perusahaan temannya bergerak di bidang budi daya bunga potong. Aku merasa tertarik tapi alasan yang lebih kuat karena Bandung lebih dekat ke kampungku dibandingkan dari Karawang. Setelah mendapat ijin dari Bosku, aku langsung meluncur ke Bandung. Mr. Chung, pria baruh baya yang masih berkewarganegaraan Taiwan ini terlihat kaku, dengan Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata beliau menerangkan apa yang harus aku kerjakan. Keningku sedikit berkerut ketika aku tahu bahwa pekerjaanku merangkap-rangkap, administrasi keuangan, pengepakan, pemasaran sampai menu makanan Mister semuanya aku yang mengurus. Oh ya, a

DILEMA DELISA

oleh:  Yeni Rohaeni   Pagi itu, 3 tahun yang lalu,  Lagu ruang rindunya Letto yang terdengar nyaring dari gawaiku tidak bisa kuabaikan lagi. Terpaksa aku meraihnya, padahal sebagai ibu rumah tangga, pagi hari bukan waktunya memegang android tetapi waktunya mengurus urusan dapur.   “Ada apa sih, Del? Pagi-pagi dah ribut nelpon, ganggu kerjaanku aja,” jawabku saat kutahu yang nelpon adalah Delisa sahabatku. “Mamaku nanyain akta ceraiku,  aku bingung harus bilang apa lagi? Gak mungkin kan aku berbohong terus sama mamaku.”  Aku termangu mendengar suara sahabatku yang lirih. Sahabatku memang sedang mengalami masa yang berat, masa dimana dia harus menentukan sebuah pilihan.  Mengikuti keinginan mamanya atau menyusul suaminya. Hampir 2 tahun, suami Delisa meninggalkannya, suaminya memutuskan berhenti bekerja di kota Bandung dan memilih pulang ke kampungnya di Pulau Kalimantan. Sebelum pulang suaminya berpesan agar Delisa dan anaknya yang berusia 4 tahun tetap tinggal di Bandung sampai suaminy