Mr. Chung, pria baruh baya yang masih berkewarganegaraan Taiwan ini terlihat kaku, dengan Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata beliau menerangkan apa yang harus aku kerjakan. Keningku sedikit berkerut ketika aku tahu bahwa pekerjaanku merangkap-rangkap, administrasi keuangan, pengepakan, pemasaran sampai menu makanan Mister semuanya aku yang mengurus. Oh ya, aku tinggal di mess yang dikelilingi kebun bunga bersama 1 orang mandor dan 2 orang asisten rumah tangga, karyawan harian berasal dari warga sekitar.
Lembang tahun 2005, hawa dingin yang menusuk sampai tulang sumsum membuat aku sulit membuka mata setiap pagi. Ingin rasanya menarik selimut tebal dan melanjutkan tidur sampai matahari muncul tetapi bunyi sepatu boot Mister yang berkeliling setiap pagi memaksaku beranjak dari tempat tidur dan bersiap untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang karyawan.
Aku sempat heran, terbuat dari apakah si Mister ini? Tubuhnya yang kecil begitu kuat menahan udara dingin Lembang, berkeliling menembus kabut yang hadir hampir setiap pagi. Baah, kadang aku menggerutu ketika beliau membangunkan kami dengan menggedor pintu kamar kami satu persatu padahal waktu masih menunjukan pukul 06.00 WIB.
Mr, Chung menerapkan disiplin yang begitu ketat pada setiap karyawannya. Tak jarang aku mendengar beliau berteriak nyaring pada karyawan harian yang datang terlambat bahkan sampai menghentak-hentakan sepatu bootnya jika ada karyawan yang berleha-leha setelah istirahat siang.
Terkadang hatiku berontak, aku tak bisa menerima perlakuannya pada karyawan harian, aku berpikir, orang asing kok seenaknya saja membentak-bentak kami yang asli orang pribumi. Para karyawan sering mengadu kalau mereka tidak tahan dengan peraturan ketat dari Mister. Aku hanya bisa menghibur mereka dengan menjelaskan kalau Mister memang pekerja keras padahal diriku sendiri kadang merasa tersiksa. ilmu tentang budi daya bunga potong dan keindahan warna warni bungalah yang membuatku bertahan. Disamping itu, relasiku bertambah dengan pemilik toko-toko bunga yang ada di Bandung dan Jakarta.
“Teteh, jangan lupa bunga gerbera yang warna merah dan putih jangan kasih ke yang lain ya, antar ke toko aku semua, pesanan istana Negara nih untuk perayaan 17 agustus!”
"Teteh, bunga lili yang putih 10 ikat tuk Natalan, kirim ke Wastukencana, ya!”
“Casablanca 10 ikat, mawar 20 ikat campur, snapdragon 5 ikat, kala lili 5 ikat, tuk Rawa Belong, agak pagi dikirim, ya!”
Seandainya aku tidak mampu bertahan, mungkin dunia pasar bunga potong tak akan pernah kualami. Hampir 2 tahun aku bertahan dengan Mr. Chung. Selama itu pula aku ditempa dalam kedisiplinan bekerja. On time adalah sesuatu yang sangat berharga, tak heran kalau orang luar lebih sukses dalam perusahaan karena mereka sangat menghargai waktu.
Aku berhenti bekerja karena aku menikah. Aku tidak tahu apakah kebun bunga milik Mr. Chung masih ada atau tidak, yang jelas tempaan kedisiplinan dari beliau tetap membekas pada diriku. Disiplin memberikan sesuatu yang berbeda. Dengan disiplin seseorang dipaksa untuk berkembang hingga mampu menemukan kualitas tersembunyi dalam diri yang belum pernah diketahui sebelumnya.
Sayangnya, di tempat tinggalku yang sekarang sangat sulit melihat orang yang menghargai waktu. Ketika ada undangan rapat, aku yang terbiasa disiplin berusaha tepat waktu dan ternyata aku harus menunggu sampai 1 jam bahkan lebih untuk memulai acara. Pada akhirnya aku pun mengikuti kebiasaan molor di setiap acara daripada menunggu lama. Sungguh suatu kemunduranš¤
#ChallengeRamadan #SahabatKabolMenulis #Day2
Sampai bulan kelima di tempat pekerjaan baru, aku masih merutuki diri sendiri. Kenapa aku memutuskan pindah kerja ke tempat ini? Sebelumnya aku bekerja di ujung Kota Karawang tepatnya di Rengasdengklok, aku bekerja sebagai staf administrasi pada perusahaan tambak bandeng. Setahun kemudian aku mendengar kabar kalau teman Bosku di Bandung membutuhkan karyawan baru. Perusahaan temannya bergerak di bidang budi daya bunga potong. Aku merasa tertarik tapi alasan yang lebih kuat karena Bandung lebih dekat ke kampungku dibandingkan dari Karawang. Setelah mendapat ijin dari Bosku, aku langsung meluncur ke Bandung.
Komentar
Posting Komentar