KETIKA MANUAL MENJADI DIGITAL
Oleh : Yeni Rohaeni
"Pusing aku." gumam Bu Yuni lirih sambil menutup laptopnya.
"Lho, kok laptopnya ditutup?" tanyaku
Helaan nafas Bu Yuni terdengar berat, untuk beberapa saat Beliau terdiam dan aku membiarkannya sambil berpikir kenapa Bu Yuni tiba-tiba seperti orang yang galau tingkat tinggi.
Bu Yuni adalah salah seorang pengelola PAUD di Kecamatanku. Aku mengenalnya sejak aku berkecimpung di dunia PAUD. Orangnya enerjik dan humoris, belum lengkap rasanya kalau berkumpul tanpa Beliau, gak ada yang bikin ngakak.
"Teh!" Bu Yuni memanggilku. Oh ya, sejak pindah ke Minang rata-rata semua orang memanggilku "teteh" terkadang ada yang tidak tahu dengan nama asliku
"Hmm, kenapa?" Tanyaku
"Mabuk otak Denai (aku), Teh, sekarang semua online, semua maen upload, scan terus pdfkan, aku ikuti semua, pelajari semua sampai bisa, tapi masih ada juga yang belum paham, capek rasanya mengikuti zaman ini." Cerocosnya antara emosi dan pasrah.
Seketika kuhentikan gerakan jari jemariku yang menari nari diatas keyboard komputer.
"Apa lagi yang belum paham?" Kataku sambil menatap wajah Bu Yuni.
"Ini mau upload dokumen aja ko ribetnya minta ampun, sudah aku scan, kupdfkan, eh pas mau diupload gagal, katanya file kegedean, kata kawan harus dikompres dulu tapi kawan itu tak pula menjelaskan cara mengompres, apa pake batu es?"
Aku tertawa, emangnya sakit panas dikompress pake batu es
"Keriting rambutku, Teh, pegang mouse aja baru pandai eh tambah pula istilah baru yang bikin bingung, gak bisa nangkap lagi ini kepala." Katanya lagi sambil menelungkupkan kepala di atas meja.
Aku pikir, kegalauan Bu Yuni bukan hanya milik Bu Yuni tetapi mungkin di luar sana masih banyak Bu Yuni Bu Yuni lainnya yang merasakan hal sama.
Perkembangan teknologi semakin pesat. Perangkat elektronik sudah menjadi kebutuhan. Persoalannya, bukan siap atau tidak siap dan bukan pula suatu pilihan tetapi sudah merupakan suatu konsuekuensi bagi kita untuk mampu beradaptasi. Tidak ada yang mampu menolak kehadiran teknologi karena teknologi akan terus mengalir seperti air dalam kehidupan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus mengikutinya jika kita tidak mau menjadi bagian yang tertinggal.
Bukan hal mudah bagi Bu Yuni yang berusia hampir setengah abad untuk beradaptasi. Beliau terlahir jauh sebelum adanya era digital sehingga wajar pada saat-saat tertentu ada rasa tidak percaya diri dalam mengikuti semua perubahan.
Sebenarnya kita yang lahir tahun 70-an patut berbahagia karena menjadi bagian dari perubahan ini. Kita bisa merasakan kehidupan dua zaman. Zaman dimana dulu kita mengirim ucapan lebaran dengan kartu lebaran dan zaman dimana ucapan lebaran hanya melalui whatsapp, zaman dimana kita dapat surat cinta yang diselipkan pada buku yang pura-pura dia pinjam dan zaman dimana jatuh cinta langsung diungkapkan melalui gawai.
Tetap semangat Bu Yuni dan yakinkan dirimu mampu dan siap menghadapi era digital.
Komentar
Posting Komentar