Langsung ke konten utama

BOX YANG SALAH



Ramadan kali aku aku ikut tantangan menulis tentang kisah inspiratif atau hikmah suatu kejadian yang pernah dialami diri sendiri atau orang lain. Hal ini membawa pikiranku melayang ke kisah-kisah lama yang menurutku telah memberikan suatu hikmah dalam kehidupanku, seperti kisah dihari keempat ini, kejadiannya sudah lama sekali tetapi masih membekas dalam ingatanku. 

Tahun 1995, sebelum krisis moneter melanda negeri ini, aku mendapatkan kesempatan bekerja pada sebuah dealer automotif  ternama di Kota Bandung.  Posisiku sebagai counter sales dituntut untuk mampu menarik minat pengunjung yang tadinya hanya sekedar melihat-lihat menjadi pengunjung yang benar-benar membeli produk. 

Suatu hari aku kedatangan seorang tamu, beliau seorang supplier buah-buahan yang pemasarannya sudah keluar kota., peluang ini langsung aku sambar  dengan memberi penjelasan keunggulan-keunggulan dari produk kami. Akhirnya  tamu sepakat untuk membeli produk kami, satu unit kendaraan Colt Diesel (detail spesifikasinya lupa) lengkap dengan box nya.

Setelah melalui beberapa prosedur termasuk prosedur pembiayaan, akhirnya kendaraan tersebut selesai. Aku meminta sopir untuk membawanya ke halaman depan kantor kemudian dengan penuh semangat aku mengabari konsumenku bahwa pesanannya sudah bisa diambil.

“Kenapa boxnya dari besi? Saya kan pesan box alumunium! 

Tatapan kecewa campur marah dari konsumen terasa begitu menusuk jantungku.

 “Cepat kamu cek lagi Surat Pesanannya (SP)!”

Suara berat supervisor membuat detak jantungku semakin kencang. 

Dengan tergagap aku minta maaf atas kesalahan yang terjadi dan minta ijin untuk mengecek surat pesanan lagi. 

Alhamdulillah, ternyata bukan kesalahanku menulis pesanan box tetapi perusahaan pembuat boxlah  yang keliru membacanya.  Akhirnya aku memohon maaf kepada konsumen dan berterima kasih atas kesediannya untuk bersabar menunggu penggantian

box yang salah. 

Lalu, apa sih hikmahnya pada kejadian tersebut?

Banyak sekali, tentang ketelitian, kehati-hatian, pelayanan konsumen, dan kepuasan konsumen. Semuanya menjadi pengingat dalam kehidupanku sendiri. 

#ChallengeRamadan

#SahabatKabolMenulis

#Day4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKAN SEKEDAR EKSIS

“Lo, eksis banget ya di medsos, tiap hari muncul di berandaku, ” celetuk sahabatku “Terus, masalah buat, Lo?” tanyaku. “Enggak sih, aku  heran aja.” “Kenapa heran? Kan gak aku aja yang eksis, yang lain malah sehari bisa sampai update status 3 sampai 4 kali, perasaan aku hanya sekali setiap hari.” Jawabku. “Iya sih, kadang aku bingung melihat orang-orang ini, semuanya diposting, cuaca panas langsung update “panasnya full banget” hari hujan update “hujaaaaan”, gak bisa tidur langsung update “insomnia” dapat kado langsung update “makasih ya kadonya” apalagi yang ulang tahun, dari teman gak apa-apa sih ini yang lucu kalau suami istri yang ulang tahun sampai diupdate juga emangnya mereka gak serumah ya, sampai-sampai mengucapkan ulang tahun aja di medsos.”  Kupandangi sahabatku sambil tersenyum, dia memang agak pendiam dan kurang aktif di media sosial. Waktunya lebih suka dihabiskan dengan membaca buku.  “Kadang aku bingung melihatmu, dikit-dikit foto, dikit-dikit selfi, terus posting, apa

CATATAN SEBUAH PERJALANAN

  Oleh: Yeni Rohaeni  Seminggu yang lalu, beliau memperkenalkan diri sebagai salah satu pengelola PKBM dari Provinsi Banten. Lalu, komunikasipun mengalir begitu saja, berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi informasi, dan akhirnya bertemu muka dalam sebuah perjalanan. Begitu banyak kebaikan yang aku dapatkan dalam perjalananku. Rasa ikhlas, rendah hati, senyuman tulus, dan rasa peduli mengalirkan energi positif dari sahabatku.  Gedung E lantai 7 Kemdikbud mempertemukan kami. Selesai pertemuan, sahabatku mengantarkan aku ke sebuah apartemen sebagai tempat melepas penatku.  Hari kedua aku dijemput kembali dan dibawa mengunjungi lembaga PKBM nya. Alhamdulillah, selalu ada cerita dan wawasan baru dalam setiap persinggahan.  Malam berikutnya, aku tidak lagi menginap di apartemen melainkan dibawa ke rumahnya yang cukup asri di kawasan Bogor. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau kedekatan ini terjadi begitu saja padahal baru satu minggu kami berkenalan.  "Mengalirlah bersama ke

KASIH TAK TERUCAP

Lagu ruang rindunya Letto terdengar merdu dari ponselku, entah kenapa aku suka sekali lagu itu sehingga hampir 4 tahun ini tak ada niat untuk mengganti nada deringku. Ternyata itu hanya panggilan sesaat dari anakku yang sekolah di luar kota. Biasanya sekedar untuk memberi tahu bahwa dia kirim WA dan aku belum membacanya.  “Ibu sibuk?” chat singkat dari anakku. “Enggak, ada apa?” balasku cepat. “Enggak ada apa-apa, nanya doang, kok ibu gak ada nelpon-nelpon?” tanyanya lagi “Ibu banyak kerjaan,” “Ah, itu mah alesandro ibu aja,” balasnya lagi.  Aku tersenyum membacanya, bahasa anak sekarang kadang-kadang ditambahin macam-macam, alasan aja menjadi alesandro. Chat berikutnya membuat keningku agak berkerut. “Kenapa Ibu gak seperti mamanya Dilla?” Dilla adalah teman 1 kamarnya yang berasal dari kabupaten lain. “Emang mamanya Dilla, kenapa?” tanyaku penasaran “Mamanya Dilla hampir menelpon Dilla tiap hari, nanyain dah bangun belum? Dah makan belum? Dah pulang sekolah belum? Dsb lah, kok ibu ja