Langsung ke konten utama

TUA TIDAK SELALU KADALUARSA



“Kuliah lagi? Emang mampu gitu? Kamu sudah lama kan meninggalkan bangku kuliah?” pertanyaan beruntun dari suamiku tidak segera kujawab. Aku hanya menunduk ragu.

“Ingat, umurmu berapa sekarang? Apa nanti gak malu kalau teman-teman seangkatan seumuran anakmu?” pertanyaan berikutnya membuat keraguan semakin dalam.

“Bukan mau menghalangi, tapi coba pikirkan lagi baik-baik,  kalau memang sudah yakin, ya gak apa-apa, kuliah aja.” Keraguanku lenyap sudah, karena sebenarnya kata-kata terakhir ini yang paling kuharapkan dari suamiku. 

Aku lulus Diploma III dari salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung pada tahun 1994. Kemudian aku bekerja pada beberapa perusahaan swasta sehingga tidak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah ke jenjang SI. 

Oktober 2008, aku pindah ke kampung halaman suamiku. Tahun pertama, kegiatanku hanya antara rumah, sekolah anak, dan pasar. Ketika ke pasarlah aku tahu bahwa di daerahku ada sebuah perguruan tinggi.  Jaraknya sekitar 2 Km dari rumahku. Saat itu muncul pikiranku untuk melanjutkan kuliah ke jenjang SI.

Setelah mengikuti beberapa prosedur dan mendapat ijin suami, jadilah aku sebagai mahasiswi manajemen pada Kampus “Widyaswara Indonesia” Aku hanya mengambil mata kuliah yang belum diambil pada jenjang DIII sehingga aku mengikuti kuliah yang berpindah pindah lokal, terkadang aku kuliah dengan mahasiswa yang baru masuk di semester 1. 

“Untuk apa sih kuliah lagi?”

“Emang mau jadi apa? Mau daftar PNS? Ingat umur dong, dah kadaluarsa tuh!”

“Mahasiswi paling tua itu, ya dia, entah apa yang diharapkannya tuh?”

Awal-awal kuliah aku sempat down saat melihat senyum dan pertanyaan sinis dari sebagian orang. Ah, aku tak perduli walaupun dalam hatiku kadang-kadang aku juga berpikir,” iya, ya sebenarmya untuk apa aku kuliah?” kutepiskan pikiran itu dan aku niatkan bahwa aku kuliah semata-mata untuk menambah ilmu. Alhamdulillah, aku bisa mengikuti dan menyelesaikan kuliah dengan lancar, dosen-dosenku sangat professional meskipun sebagian besar usianya lebih muda dariku. 

Rasa syukurku tak pernah terhenti atas keputusanku untuk meraih gelar SI. Seandainya aku tidak melanjutkan kuliah mungkin aku tidak akan bisa mengoperasikan perangkat computer, tidak bisa menjadi tutor kesetaraan dan tidak bisa menjadi Asesor Ban PAUD PNF.  Terima kasih untuk suami yang selalu mensuport kegiatanku. Terima kasih untuk Dosen-dosenku, terima kasih untuk Widyaswara Indonesia. 

#ChallengeRamadan

#SahabatKabolMenulis

#Day3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKAN SEKEDAR EKSIS

“Lo, eksis banget ya di medsos, tiap hari muncul di berandaku, ” celetuk sahabatku “Terus, masalah buat, Lo?” tanyaku. “Enggak sih, aku  heran aja.” “Kenapa heran? Kan gak aku aja yang eksis, yang lain malah sehari bisa sampai update status 3 sampai 4 kali, perasaan aku hanya sekali setiap hari.” Jawabku. “Iya sih, kadang aku bingung melihat orang-orang ini, semuanya diposting, cuaca panas langsung update “panasnya full banget” hari hujan update “hujaaaaan”, gak bisa tidur langsung update “insomnia” dapat kado langsung update “makasih ya kadonya” apalagi yang ulang tahun, dari teman gak apa-apa sih ini yang lucu kalau suami istri yang ulang tahun sampai diupdate juga emangnya mereka gak serumah ya, sampai-sampai mengucapkan ulang tahun aja di medsos.”  Kupandangi sahabatku sambil tersenyum, dia memang agak pendiam dan kurang aktif di media sosial. Waktunya lebih suka dihabiskan dengan membaca buku.  “Kadang aku bingung melihatmu, dikit-dikit foto, dikit-dikit selfi, terus posting, apa

CATATAN SEBUAH PERJALANAN

  Oleh: Yeni Rohaeni  Seminggu yang lalu, beliau memperkenalkan diri sebagai salah satu pengelola PKBM dari Provinsi Banten. Lalu, komunikasipun mengalir begitu saja, berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi informasi, dan akhirnya bertemu muka dalam sebuah perjalanan. Begitu banyak kebaikan yang aku dapatkan dalam perjalananku. Rasa ikhlas, rendah hati, senyuman tulus, dan rasa peduli mengalirkan energi positif dari sahabatku.  Gedung E lantai 7 Kemdikbud mempertemukan kami. Selesai pertemuan, sahabatku mengantarkan aku ke sebuah apartemen sebagai tempat melepas penatku.  Hari kedua aku dijemput kembali dan dibawa mengunjungi lembaga PKBM nya. Alhamdulillah, selalu ada cerita dan wawasan baru dalam setiap persinggahan.  Malam berikutnya, aku tidak lagi menginap di apartemen melainkan dibawa ke rumahnya yang cukup asri di kawasan Bogor. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau kedekatan ini terjadi begitu saja padahal baru satu minggu kami berkenalan.  "Mengalirlah bersama ke

KASIH TAK TERUCAP

Lagu ruang rindunya Letto terdengar merdu dari ponselku, entah kenapa aku suka sekali lagu itu sehingga hampir 4 tahun ini tak ada niat untuk mengganti nada deringku. Ternyata itu hanya panggilan sesaat dari anakku yang sekolah di luar kota. Biasanya sekedar untuk memberi tahu bahwa dia kirim WA dan aku belum membacanya.  “Ibu sibuk?” chat singkat dari anakku. “Enggak, ada apa?” balasku cepat. “Enggak ada apa-apa, nanya doang, kok ibu gak ada nelpon-nelpon?” tanyanya lagi “Ibu banyak kerjaan,” “Ah, itu mah alesandro ibu aja,” balasnya lagi.  Aku tersenyum membacanya, bahasa anak sekarang kadang-kadang ditambahin macam-macam, alasan aja menjadi alesandro. Chat berikutnya membuat keningku agak berkerut. “Kenapa Ibu gak seperti mamanya Dilla?” Dilla adalah teman 1 kamarnya yang berasal dari kabupaten lain. “Emang mamanya Dilla, kenapa?” tanyaku penasaran “Mamanya Dilla hampir menelpon Dilla tiap hari, nanyain dah bangun belum? Dah makan belum? Dah pulang sekolah belum? Dsb lah, kok ibu ja