SALAM LITERASI DARI BALIK TERALI BESI
Oleh: Yeni Rohaeni
"Assalamu'alaikum, selamat siang Bu, apakah ini benar dengan PKBM Widya Dharma Nagari?" Terdengar suara lembut di seberang sana. Spontan aku menjawab, "wa'alaikumus salam, iya benar, ada yang bisa saya bantu?"
"Mohon maaf mengganggu waktunya Bu, perkenalkan saya dari Rutan, saya lihat lembaga Ibu dari internet, boleh kita ngobrol sebentar, Bu?"
Itu adalah saat pertama kalinya, kami menjalin komunikasi dengan Rutan kelas IIB di daerahku, sekitar 4 Km dari lembagaku.
Tentu saja hal ini membuat kami sangat antusias karena selama ini kami tidak pernah bersentuhan dengan yang namanya Rutan. Pucuk dicinta ulam tiba, bukan hanya komunikasi lewat telepon genggam tapi kami langsung meluncur ke Rutan setelah pihak Rutan bersedia untuk tatap muka.
Pertama kali aku menginjakan kaki dihalaman Rutan, aku dihadapkan dengan pintu gerbang yang tertutup rapat hanya menyisakan sebuah lubang berbentuk kotak dan tiba-tiba dari lubang itu muncul sebuah kepala, "Mau ketemu siapa, Bu?" tanyanya. Dengan rasa kaget aku menyebutkan sebuah nama dan aku bilang kalau aku sudah berjanji, tak lama pintu langsung dibuka. Setelah mengikuti protokol kesehatan aku dipersilahkan masuk.
Suasana terasa mencekam ketika aku melihat mata-mata dibalik terali besi yang memandangku, tapi kemudian mencair setelah melihat senyum ramah dari para petugas yang berseragam rapi. "Mari Bu kita langsung ke ruangan bapak kepala saja." Kata salah satu petugas.
Kami diantar ke ruangan Kepala Rutan. Ruangan yang cukup luas dan nyaman, ternyata Kepala Rutan ini masih muda dan sangat ramah. Beliau menjelaskan kalau sebenarnya kondisi Rutan ini kurang kondusif terlalu kecil untuk menampung narapidana yang berjumlah 63 orang saat itu, terdiri dari 3 orang perempuan dan selebihnya laki-laki.
Pada saat itu Beliau juga menjelaskan kalau pihak Rutan ingin mengajak kerja sama. Beliau lihat di media sosial kalau lembaga kami sering melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat. Selama ini pihak Rutan biasanya bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) setempat untuk pemberdayaan para napi tetapi setelah ada covid 19 semua program tidak ada lagi.
Kami pun menyambutnya dengan antusias walaupun saat itu ada rasa keraguan juga, apa yang bisa kami lakukan untuk mereka disaat wabah covid 19 ini belum berakhir.
Tapi aku pikir, aku tidak boleh menunjukan keraguan. Sekilas aku tadi melihat para napi itu hanya duduk bergerombol sambil ngobrol-ngobrol, tiduran, dan ada juga yang hanya duduk termenung.
"Apakah mereka boleh membawa HP pak?" Tanyaku lugu. "Tidak bu, mereka tidak diperkenankan membawa HP, jika mereka mau komunikasi dengan keluarga, kami menyediakan pesawat telepon." Kata Beliau.
"Apakah disini ada perpustakaannya, Pak?" tanyaku kemudian, aku kok kayak wartawan ya
tapi dengan ramah Kepala Rutan itu menjawab, "Ada Bu, tapi koleksi bahan bacaannya masih minim."

Aku pikir, langkah awal kerja sama adalah meminjamkan buku-buku dari TBM (Taman Bacaan Masyarakat) kami. Dengan adanya buku-buku yang lebih menarik, aku yakin mereka mau membaca untuk mengisi waktu luangnya.
Tawaranku untuk meminjamkan buku-buku disambut dengan senang hati oleh Kepala Rutan. Beliau meminta seorang petugas untuk menyiapkan akad kerja samanya. Dalam akad itu setiap 2 bulan sekali kami mengirim buku-buku bacaan ke Rutan sebanyak 50 buku.
Petugas yang cantik itu meminta agar buku yang dipinjamkan dari jenis buku fiksi dan agama, kami pun menyetujuinya.
Sejak saat itu, hampir 2 bulan sekali kami mengunjungi Rutan. Kami melihat mereka senang kalau kami datang, "Ada novel baru Bu?" Tanya seorang napi. "Ada, suka baca novel ya?" Tanyaku. "Iya bu, kalau baca buku gak terasa tiba-tiba hari sudah sore aja, kadang sampai lupa saya menghitung hari." Katanya.
Aku tertawa, jadi mereka itu suka menghitung hari dengan menulis jumlah hari dalam bentuk pagar-pagar yang pada hitungan kelima dia kasih pagar miring.
Menurut petugas buku, terkadang belum sampai 2 bulan bukunya sudah habis dibaca, aku sangat senang mendengarnya, setidaknya sudah mampu menarik minat baca mereka.
Untuk menghindari kekurangan bahan bacaan kami pun melibatkan Dinas Pustaka dan Arsip Daerah.
Teruslah membaca, karena dengan membaca kita bisa membuka jendela dunia.
Salam Literasi dari balik Terali Besi

Komentar
Posting Komentar