Oleh: Yeni Rohaeni
"P"
"Aku suntuk."
Layar ponselku menangkap chat dari sahabatku yang berada ratusan Km dari tempatku.
"Kenapa?" balasku singkat.
"Aku ganggu, yah? Kamu mau dengar ceritaku gak?"
"Cerita aja."
Aku terbiasa menerima ceritanya walaupun malam telah larut dan aku sedang membuat tulisan untuk setor esok hari.
"Aku, poligami."
Aku merasa ada petir diantara gemerlap bintang.
"Istri keduaku lebih tua dari istri pertamaku."
Aku masih diam karena kulihat sahabatku masih mengetik.
"Istri keduaku, suami orang."
Suara petir seperti bersahutan.
"Cukup, Lu sadar gak sih? Apa Lu ngigau?" Tanyaku sedikit jengkel.
"Aku serius, hampir setahun aku poligami, jujur aku menikahinya karena ingin menolongnya, dia yatim piatu, dia juga...lesbian."
Aku tercekat, kerongkonganku terasa kering.
"Istrimu tahu?" Akhirnya kubalas chatnya setelah beberapa saat dalam keheningan.
"Istri pertamaku jago karate."
Mau gak mau aku tertawa membaca balasannya yang gak nyambung.
"Apa hubungannya?" balasku cepat
"Kalau aku bilang, habis aku dihajarnya."
Aku kirim emoji tertawa 3 kali padanya.
"Tapi aku adil, 3 hari aku sama istri pertama, 3 hari aku sama istri kedua." balasnya mencoba membela diri sebelum aku merutukinya.
"Apa istrimu keduamu sembuh setelah kamu nikahi?"
"Yah, setidaknya, setelah aku nikahi, dia tidak pernah lagi bergaul dalam komunitasnya."
"Aku gak yakin, kamu hanya 3 hari bersamanya dalam seminggu," jawabku sedikit ketus.
Jujur, pada saat itu aku tidak bisa membenarkan keputusannya untuk berpoligami walaupun alasanya untuk menolong seseorang kembali ke jalan yang benar dari kehidupan sebagai seorang lesbian.
Poligami memang tidak dianjurkan tetapi diperbolehkan pada saat seseorang berada pada kondisi yang "amat membutuhkan" itu pun dengan syarat yang tidak ringan dan sebenarnya kita tidak berhak menghakimi seseorang yang melakukan poligami. Mungkin saja mereka punya alasan kuat yang mendorong untuk melakukannya.
Aku mencoba memahami keputusan sahabatku, tetapi sebagai perempuan, hati kecilku tetap tidak bisa menerima. Apakah tidak ada cara lain selain dinikahi? Mengapa menolong seseorang harus mengorbankan perasaan yang lainnya. Perasaan istri pertama yang telah mendampinginya dengan setia.
"Saat ini, aku gak bisa memberimu pendapat, ceritamu menyebalkan, selamat malam."
Kuakhiri chatku sambil berpikir, sepertinya tulisanku berganti tema😊
Ada yang punya pendapat dengan kasus sahabatku?
#kabolmenulis51
#day27
Komentar
Posting Komentar